Selasa, 12 Oktober 2010

Evakuasi Korban Longsor Morowali Menjadi 11 Orang

Kapolres Morowali AKBP Suhirman mengatakan, korban tewas akibat tanah longsor di Desa Bunta, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, sebanyak 11 orang dan 18 orang luka-luka.

“Sekarang masih terus dievakuasi dan mencari korban yang tertimbun,” kata Suhirman, Selasa (12/10/2010).

Upaya evakuasi dilakukan dengan melibatkan 142 petugas gabungan Polres Morowali, TNI, dan karyawan PT Ana, perusahaan kelapa sawit di Morowali, serta masyarakat sekitar.

Selain korban jiwa, longsor juga menimbun tujuh unit dump truck, satu unit ekskavator, dan enam unit sepeda motor.

Longsor tersebut terjadi di Dusun Bungini, Desa Bunta, Kecamatan Petasia, di sebuah barak perusahaan PT Ana.

Korban Tewas dan Luka Telah Dievakuasi

Seluruh korban meninggal dunia dan luka-luka akibat tanah longsor di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Selasa (12/10/2010) sudah dibawa ke RSU Kolonodale.

Koordinator Taruna Siaga Bencana Sulteng, Syaiful Bahri menyebutkan, sebelas korban tewas disemayamkan di kamar mayat sedangkan yang luka-luka sudah mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Lokasi kejadian tanah longsor menuju RSU Kolonodale berjarak sekitar 10 kilometer. “Dua korban kritis juga masih dirawat,” katanya.

Dia juga mengatakan, saat ini masih terdapat empat orang yang dinyatakan hilang. “Saat ini petugas kepolisian dan masyarakat masih melakukan pencarian,” kata Syaiful.

Bencana longsor yang di Desa Bunta, Kecamatan Petasia terjadi sekitar pukul 12.00 Wita.

Semua korban meninggal itu adalah karyawan PT ANA, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Sebelumnya, Kapolres Morowali AKBP Suhirman mengatakan, upaya evakuasi dan pencarian korban dilakukan dengan melibatkan 142 petugas gabungan Polres Morowali, TNI dan karyawan PT ANA.

Selain korban jiwa, longsor juga menimbun tujuh unit dump truck, sebuah ekskavator, dan enam unit sepeda motor.

Para korban itu tertimbun material longsoran saat sedang istirahat makan siang.

Puluhan karyawan PT ANA saat itu sedang beristirahat di bawah tebing bekas galian, tiba-tiba tanah di atasnya longsor sehingga mereka tertimbun material longsor berupa bebatuan bercampur tanah.

Rabu, 29 September 2010

IPPMIM Makassar

Maaf tag ini Sementara diperbaharui.............

Selasa, 28 September 2010

Akal dan Konsep Ketuhanan

Meskipun meyakini adanya Tuhan adalah masalah Fithri yang tertanam dalam diri setiap manusia, namun karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga mereka disibukkan dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan kepada jati diri mereka sendiri. Yang pada gilirannya, cahaya Fitrah mereka redup atau bahkan padam.
Walaupun demikian, jalan menuju Allah itu banyak. Para Ahli ma'rifat berkata,"Jalan-jalan menuju ma'rifatullah sebanyak nafas makhluk." Salah satu jalan ma'rifatullah adalah akal. Terdapat sekelompok kaum muslim, golongan ahli hadis (Salafi) atau Wahabi, yang menolak peran aktif akal sehubungan dengan ketuhanan. Mereka berpendapat, bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui Allah adalah nash (Al-Qur'an dan hadis). Merka beralasan dengan adanya sejumlah ayat atau riwayat yang secara lahiriah melarang menggunakan akal (ra'yu). Padahal kalau kita perhatikan, ternyata Al-Qur'an dan hadis sendiri mengajak kita untuk menggunakan akal, bahkan menggunakan keduanya ketika menjelaskan keberadaan Allah lewat argumentasi (burhan) Aqli. Pada edisi berikutnya, Insya Allah akan kita bicarakan tentang Al-Qur'an, hadis dan konsep ketuhanan.
Dalam persepsi mereka, membicarakan agama adalah suatu hal yang sangat sensitif dan akan merenggangkan hubungan antara manusia. Agama merupakan sesuatu yang sangat personal dan tidak perlu diungkap dalam forum-forum umum dan terbuka. Jika harus berbicara agama pun, maka ruang lingkupnya harus dibatasi pada sisi peribadatan saja.

Bisakah Tuhan dibuktikan dengan akal ?
Sebenarnya pertanyaan ini tidaklah tepat, karena bukan saja Allah bisa dibuktikan dengan akal. Bahkan, pada beberapa kondisi dan situasi hal itu harus dibuktikan dengan akal, dan tidak mungkin melakukan pembuktian tanpa akal.
Anggapan yang mengatakan, bahwa pembuktian wujud Allah hanya dengan nash saja adalah anggapan yang sangat naif. Karena bagaimana mungkin seseorang menerima keterangan Al-Qur'an, sementara dia belum mempercayai wujud (keberadaan) sumber Al-Qur'an itu sendiri, yaitu Allah Ta'ala.
Lebih naif lagi, mereka menerima keterangan Al-Qur'an lantaran ia adalah kalamullah atau sesuatu yang datang dari Allah. Hal itu berarti, mereka telah meyakini wujud Allah sebelum menerima keterangan Al-Qur'an. Lalu mengapa mereka meyakini wujud Allah.
Mereka menjawab,"Karena Al-Qur'an mengatakan demikian." Maka terjadilah daur (Lingkaran Setan?, lihat istilah daur pada pembahasan selanjutnya). Dalam hal ini, Al-Qur'an dijadikan sebagai pendukung dan penguat dalil aqli.
Para ulama, ketika membuktikan wujud Allah dengan menggunakan burhan aqli, terkadang melalui pendekatan kalami (teologis) atau pendekatan filosofis.
Pada kesempatan ini Insya Allah kami mencoba menjelaskan keduanya secara sederhana dan ringkas.

Burhan-burhan Aqli-kalami tentang keniscayaan wujud Allah Ta'ala

1. Burhan Nidham (Keteraturan)
Burhan ini dibangun atas beberapa muqaddimah (premis).
Pertama, bahwa alam raya ini penuh dengan berbagai jenis benda, baik yang hidup maupun yang mati.
Kedua, bahwa alam bendawi (tabi'at) tunduk kepada satu peraturan. Artinya, setiap benda yang ada di alam ini tidak terlepas dari pengaruh undang-undang dan hukum alam.
Ketiga, hukum yang menguasai alam ini adalah hukum kausalitas ('ilaliyyah), artinya setiap fenomena yang terjadi di alam ini pasti dikarenakan sebuah sebab ('illat), dan tidak mungkin satu fenomena terjadi tanpa sebab. Dengan demikian, seluruh alam raya ini dan segala yang ada di dalamnya, termasuk hukum alam dan sebab-akibat, adalah sebuah fenomena dari sebuah puncak sebab (prima kausa, atau 'illatul 'ilal).
Keempat, "sebab" atau 'illat yang mengadakan seluruh alam raya ini tidak keluar dari dua kemungkinan, yaitu "sebab" yang berupa benda mati atau sesuatu yang hidup.
Kemungkinan pertama tidak mungkin, karena beberapa alasan berikut : Pertama, alam raya ini sangat besar, indah dan penuh keunikan. Hal ini menunjukkan bahwa "sebab" yang mengadakannya adalah sesuatu yang hebat, pandai dan mampu. Kehebatan, kepandaian dan kemampuan, merupakan ciri dan sifat dari sesuatu yang hidup. Benda mati tidak mungkin disifati hebat, pandai dan mampu.
Kedua, benda-benda yang ada di alam ini beragam dan bermacam-macam, di antaranya adalah manusia. Manusia merupakan salah satu bagian dari alam yang palin menonjol. Dia pandai, mampu dan hidup. Mungkinkah manusia yang pandai, mampu dan hidup terwujud dari sesuatu yang mati ?
Kesimpulannya, bahwa alam raya ini mempunyai "sebab" atau 'illat, dan "sebab" tersebut adalah sesuatu yang hidup. Kaum muslimin menamai "sebab" segala sesuatu itu dengan sebutan Allah Ta'ala.

2. Burhan al-Huduts (Kebaruan)
Al-Huduts atau al-Hadits berarti baru, atau sesuatu yang pernah tidak ada. Burhan ini terdri atas beberapa hal :
Pertama, bahwa alam raya ini hadits, artinya mengalami perubahan dari tidak ada menjadi ada dan akhirnya tidak ada lagi.
Kedua, segala sesuatu yang asalnya tidak ada kemudian ada, tidak mungkin ada dengan sendirinya. Pasti dia menjadi ada karena "sebab" sesuatu.
Ketiga, yang menjadikan alam raya ini ada haruslah sesuatu yang qadim, yakni keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Keberadaannya kekal dan abadi. Karena, jika sesuatu yang mengadakan alam raya ini hadits juga, maka Dia-pun ada karena ada yang mengadakannya, demikian seterusnya (tasalsul). Tasalsul yang tidak berujung seperti ini mustahil. Dengan demikian, pasti ada 'sesuatu' yang keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Kaum muslimin menamakan 'sesuatu' itu dengan sebutan Allah Ta'ala.

Senin, 27 September 2010

Kabupatem Morowali

Kabupaten Morowali adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Bungku (sebelumnya pernah dipindahkan sementara hingga tahun 2005 ke Kolonedale). Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.489,62 km² dan berpenduduk sebanyak 158.477 jiwa (2000). Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Poso pada 3 November 1999. Mata pencaharian terbesar penduduk kabupaten ini adalah petani.
Nama "Morowali" berasal dari bahasa Suku Wana yang berarti "gemuruh".